/* CURSOR GENERATOR */ body { cursor:url("http://www.myspacecursor.net/cursor/smiley6.cur"),default;}

WELCOME

TERIMA KASIH TELAH MENGUNJUNGI BLOG SAYA

Rabu, 30 Maret 2011

ALBUM ke-5 COLDPLAY


Setelah album Viva la Vida or Death and All His Friends, Coldplay telah beberapa kali menyatakan bahwa mereka ingin menjadikan album berikutnya menjadi "lebih akustik" dari sebelumnya. Band ini telah membuat rekaman dalam sebuah gereja di Utara London, di studio rekaman baru mereka, "The Beehive" dan di studio yang digunakan untuk rekaman Viva la Vida, The Bakery. Band ini di produseri oleh Brian Eno yang merupakan salah satu dari beberapa produser yang terlibat dalam Viva la Vida.

Menurut chris martin ;
album ini terinspirasi oleh "old school American graffiti" and "the White Rose Movement" serta dipengaruhi oleh HBO serial TV The Wire.
Album ini rencananya dirilis pada bulan Desember 2009, tetapi ditunda sampai dengan tahun 2011 karena mereka masih menjalani Viva la Vida Tour
 
Chris Martin dan Jonny Buckland mengatakan ; 
bahwa album ini akan dirilis pada akhir tahun., atau tepatnya pada musim gugur 2011.
Namun belakangan ini coldplay telah merilis single " Christmas Lights "(yang dirilis pada Rabu 1 Desember 2010 pukul 8 malam).Namun single ini tampaknya tidak masuk dalam album baru coldplay, namun berita ini masih rumor dan belum diketahui benar atau tidaknya.
Nampaknya hal ini membuat penasaran bagi coldplayground ( sebutan bagi penggemar coldplay)

Kamis, 17 Maret 2011

COLDPLAY MENANG BESAR DI GRAMMY AWARD KE-51


Inilah para pemenang Grammy Awards ke-51, 'Coldplay' berjaya menangkan kategori Song of The Year. 

RECORD OF THE YEAR
Robert Plant and Alison Kraus, "Please Read The Letter"
Adele, "Chasing Pavements"
Coldplay, "Viva La Vida"
Leona Lewis, "Bleeding Love"
M.I.A., "Paper Planes"

SONG OF THE YEAR
"Viva La Vida" – Coldplay
"American Boy" – Estelle featuring Kanye West
"Chasing Pavements" – Adele
"I’m Yours" - Jason Mraz
"Love Song" – Sara Bareilles

BEST NEW ARTIST
Adele
Duffy
The Jonas Brothers
Lady Antebellum
Jazmine Sullivan

BEST MALE POP VOCAL PERFORMANCE
"Say" – John Mayer
"All Summer Long" – Kid Rock
"That Was Me" – Paul McCartney
"I’m Yours" – Jason Mraz
"Closer" – Ne-Yo
"Wichita Lineman" – James Taylor

BEST FEMALE POP VOCAL PERFORMANCE
"Chasing Pavements" – Adele
"Love Song" – Sara Bareilles
"Mercy" – Duffy
"Bleeding Love" – Leona Lewis
"I Kissed A Girl" – Katy Perry
"So What" – Pink

BEST POP PERFORMANCE BY A DUO OR GROUP WITH VOCALS
"Viva La Vida" – Coldplay
"Waiting In The Weeds" – Eagles
"Going On" – Gnarls Barkley
"Won’t Go Home Without You" – Maroon 5
"Apologize" – OneRepublic

POP COLLABORATION WITH VOCALS
Robert Plant and Alison Krauss, "Rich Woman"
Alicia Keys and John Mayer, "Lessons Learned"
Madonna, Justin Timberlake, and Timbaland, "4 Minutes"
Rihanna and Maroon 5, "If I Never See Your Face Again"
Jordin Sparks and Chris Brown, "No Air"

BEST POP INSTRUMENTAL PERFORMANCE
Eagles, "I Dreamed There Was No War"
Steve Cropper & Felix Cavaliere, "Love Appetite"
Fourplay, "Fortune Teller"
Stanley Jordan, "Steppin' Out"
Marcus Miller, " Blast!"
    
BEST POP INSTRUMENTAL ALBUM
Béla Fleck & The Flecktones, "Jingle All The Way"
Gerald Albright, "Sax For Stax"
Larry Carlton, "Greatest Hits Rerecorded Volume One"
Earl Klugh, "The Spice Of Life"
Spyro Gyra, "A Night Before Christmas"

BEST POP VOCAL ALBUM
"Rockferry" – Duffy
"Detours" – Sheryl Crow
"Long Road Out of Eden" – Eagles
"Spirit" – Leona Lewis
"Covers" – James Taylor

BEST SOLO ROCK VOCAL PERFORMANCE
"Gravity" – John Mayer
"I Saw Her Standing There" – Paul McCartney
"Girls In Their Summer Clothes" – Bruce Springsteen
"Rise" – Eddie Vedder
"No Hidden Path" – Neil Young

BEST ROCK SONG
"Girls In Their Summer Clothes" – Bruce Springsteen
"House of Cards" – Radiohead
"I Will Possess Your Heart" – Death Cab For Cutie
"Sex On Fire" – Kings of Leon
"Violet Hill" – Coldplay

BEST ROCK ALBUM
Viva La Vida Or Death And All His Friends – Coldplay
Rock N Roll Jesus – Kid Rock
Only By The Night – Kings of Leon
Death Magnetic – Metallica
Consolers of the Lonely – The Raconteurs

BEST RAP PERFORMANCE BY A DUO OR GROUP
T.I. feat. Kanye West & Lil Wayne, "Swagger Like Us"
Big Boi feat. Raekwon & Andre 3000, "Royal Flush"
Lil Wayne feat. Jay-Z, "Mr Carter"
Ludacris feat. T.I., "Wish You Would"
Young Jeezy feat. Kanye West, "Put On"

COUNTRY PERFORMANCE BY A DUO OR GROUP
Sugarland, "Stay"
Brooks & Dunn, "God Must Be Busy"
Lady Antebellum, "Love Don’t Love Here"
Rascal Flatts, "Every Day"
The Steel Drivers, "Blue Side Of The Mountain"

BEST COUNTRY ALBUM
Troubadour – George Strait
That Lonesome Song – Jamey Johnson
Sleepless Nights – Patty Loveless
Around the Bend – Randy Travis
Heaven, Heartache And The Power Of Love – Trisha Yearwood

Senin, 14 Maret 2011

SEJARAH COLDPLAY


  COLDPLAY Merupakan sebuah band asal Inggris yang beranggotakan 4 orang anak muda. Menghargai hidup dan berbuat sebaik-baiknya bagi diri sendiri dan orang lain, menjadi dasar mereka dalam menciptakan lagu yang simpel. Padahal lirik-lirik dalam lagu mereka tercipta di masa-masa maraknya hip metal yang sebagian besar berisikan isu kehancuran sistem, keputusasaan dan kemarahan terhadap dunia sekitar. Tapi begitulah mereka. Mereka tidak mau terjebak dalam hal tersebut. Mereka memilih menjadi diri sendiri.
Kisah Coldplay berawal dari meja bilyar. Tepatnya sebuah meja bilyar yang terletak di sebuah pub tak jauh dari kampus mereka, University College of London. Satu malam di pertengahan tahun 1996, dua orang mahasiswa tampak asik bermain bilyar. Mereka adalah Jonny Buckland dan Chris Martin. Walaupun beda jurusan - Jonny kuliah di jurusan Matematika dan Astronomi, sedangkan Chris menekuni Sejarah Dunia Kuno - kedua pemuda ini sudah dekat satu sama lain atas nama musik.
Nggak berapa lama meja itu nambah satu pemain. Kali ini adalah seorang mahasiswa jurusan Antropologi yang sempet beberapa lama jadi rekan se-tim chris di lapangan hoki kampus. Namanya Will Champion. Sembari terus bermain serta sesekali menenggak bir, ketiga pemuda ini ngobrol buat sama-sama membentuk sebuah band. Yang pertama kali melontarkan gagasan adalah Chris Martin. Itu dicetuskannya lantaran vokalis yang memetik gitar akustik dan piano ini nggak puas sama bandnya saat itu, Pectoralz. Ajakan itu ditangapi serius sama Will. Padahal saat itu ia sudah tercatat sebagai personal band Fat Hamster. serupa juga sambutan dari Jonny. Cowok kelahiran Mold, wales Utara ini, malah langsung ngusulin nama Guy Berryman, temennya di asrama buat melengkap formasi band. Begitu dihubungi, Guy langsung menganggukkan kepalanya. Maklum, mahasiswa jurusan Teknik itu lagi suntuk terus-terusan mainin aliran progresif sama bandnya, Time Out.
"Band itu bener-bener parah. Gara-gara personel yang paling jago di situ ngefans berat sama Genesis, yang lainnya harus ikutin kemauannya. Guy tersiksa banget ngiringin solo instrumen yang lama-lama jadi kedengaran nggak masuk akal !" kenang Guy
Setelah semua lini band terisi, band yang sampai saat itu belum mempunyai nama itu segera menggelar workshop di gudang kosong yang ada di asrama mereka. Sesekali mereka boleh berlatih di ruang musik milik kampus. Selain menyamakan persepsi dengan ngebawain lagu-lagu milik band lain, mereka juga coba-coba bikin lagu sendiri. 
"Apa yang ada di kepala kami saat itu cuma musik, musik dan musik. Inti dari workshop sendiri adalah berusaha mengeluarkan yang terbaik dari tiap personel dan menkolaborasikannya menjadi sesuatu." kata Chris Martin.
Saking niatnya bermusik, mereka nggak sempet mikirin soal nama band. Memang mereka pernah melontarkan nama-nama seperti Stepney, Green atau Starfish. Ujung-ujungnya, mereka memilih nama Coldplay, yang merupakan nama band milik salah seorang temen mereka yang udah bubar.
"Pokoknya jangan pernah tanya apa arti 'Coldplay'. Soalnya kami sendiri nggak pernah mikirin. Saat itu, cuma kata itulah yang paling masuk akal bagi kami ketimbang pilihan nama lainnya !" ungkap Chris cuek.
Memasuki 1998, Chris cs sepakat buat merekam sebagian materi yang dianggap udah mantap sebagai demo. bermodal beberapa ratus pounds mereka menyewa Sync City Studios dan mulai menggarap demo. Entah kesambet setan mana, rencana membuat demo itu di tengah jalan berkembang menjadi mini album, yang nantinya bakal diedarkan sendiri. Jadilah tuh demo diperbanyak sampe sekitar 500 keping CD dan dirilis pada bulan Mei tahun yang sama dengan titel Safety.
Nggak disangka dari 500 keping yang diedarkan di seputar London, hanya sekitar 50 keping yang tersisa. Nama Coldplay mulai terdengar gaungnya. Beruntung, ada beberapa keping CD yang udah tersebar itu jatuh ke tangan yang tepat. Siapa lagi kalo bukan petinggi-petinggi perusahaan rekaman. Alhasil nggak sampai setahun kemudian Coldplay teken kontrak pertamanya dengan Parlophone Records.
Biar udah punya kontrak rekaman, kuartet ini tetap merasa perlu mempertinggi jam terbang di atas panggung. Mereka sadar betul kalo Coldplay tuh tergolong 'BTL' alias 'band tembak langsung', yang go straight ke dapur rekaman tanpa pengalaman manggung.
Boleh percaya boleh nggak, biar udah mantap di jalur musik, Chris dkk nggak mau berkiprah lebih jauh karena kuliah mereka belum selesai. Cuma Guy aja yang nggak ngotot. Dengan beberapa pertimbangan, cowok ini rela nggak jadi tukang insinyur demi seratus persen menekuni musik. Begitulah. Sembari 3/4 personelnya berjuang di bangku kuliah, Coldplay juga berusaha buat terus berproduksi. Sampai akhirnya mereka merilis mini album lagi pada bulan April 1999. Berjudul Brothers and Sisters, tuh album dirilis dalam jumlah tiga kali lipat lebih banyak dari yang pertama. Album itu gak kalah larisnya. bahkan ada satu sngel yang sempet nongkrong di top 100 tangga lagu Inggris Raya.
Phil Harvey, yang menukangi manajemen Coldplay, jeli menangkap momen yang bisa melesatkan nama Coldplay. Seakan nggak mau menyia-nyiakan tren yang udah tercipta lewat Brohers and Sisters, Phil kembali menggiring Chris dkk masuk sudio rekaman buat memproduksi satu mini album lagi. Bulan Oktober 1999, mini album bertajuk The Blue Room itu dirilis. diikuti dengan sederet penampilan di berbagai festival bergengsi serta jadi pembuka buat Catatonia, jalan yang dilalui Coldplay saat itu bisa dibilang makin lapang terbentang. Tabloid musik paling bergengsi Inggris, NME, bahkan sempat menyebut mereka sebagai salah satu hottest band tahun 1999.
Seluruh fakta di atas bikin pede personel Coldplay makin berlipat-lipat.
Ternyata, jalan menuju pembuatan sebuah album penuh, nggak segampang yang dikira. Pasalnya, pihak label mereka saat itu belum terlalu yakin pada nilai jual band ini. Akhirnya, sambil mempersiapkan materi yang bakal dimuat di album penuh itu, Chris cs mutusin untuk sekali lagi merilis satu mini album. Kali ini, materinya adalah kompilasi dari yang pernah dirilis di Safety EP dan Brothers and Sisters plus beberapa materi baru. Biar masih diedarkan dalam jumlah terbatas, mini album bertitel Bigger Stronger itu terbilang sukses makin memancing perhatian khalayak. Terbukti, berbarengan dengan kemunculan album ini, muncul juga kritik yang bilang kalo Coldplay tuh nggak lebih dari sekadar pengekor Radiohead !
Kritik model begini makin santer, ketika mggak lama setelah itu, tuh band merilis singel Shiver yang keren itu. Anjing menggonggong, kafilah berlalu. Shiver kembali direspon antusias. Sempet terdafter sebagai salah satu heavy rotation songs di playlist Radio 1, videoklip singel itu juga lumayan kenceng diputer di MTV. Biar dicela kayak apapun juga, tetep aja singel itu mampu membawa Chris cs ke jenjang yang lebih tinggi dalam karir mereka. Untuk pertama kalinya, Coldplay mampu menembus jajaran Top 40 Inggris. Tapi itu belum seberapa dibanding ketika mereka melepas Yellow sebagai singel berikutnya. Singel yang dibilang Chris tercipta setelah terinspirasi sama cara bernyanyinya Neil Young itu, langsung melesat ke peringkat Top 10 Inggris dan bercokol di posisi 4 selama beberapa minggu nggak lama setelah dirilis. Lirik,"...Look at the stars/look how they shine for you/And all the things you do/And it was all yellow..." langsung jadi satu mantra wajib penggila musik di daratan nggris.
Nggak butuh waktu lama lagi bagi lagu itu jadi anthem anyar generasi yang udah bosen sama deruan gitar distorsi yang membalut lirik-lirik bertemakan kemarahan. Saking populernya, Coldplay pun jadi salah satu band yang paling ditunggu penampilannya di festival musik bergengsi Glastonbury 2000. Menurut Will, waktu itu sebelum manggung mereka nervous setengah mati sebelum naik panggung. Tapi bagaimanapun juga penampilan Coldplay selama 1 jam pada hari kedua festival itu berakhir manis.
Prestasi yang dicetak Yellow, ditambah suksesnya penampilan mereka di Glastonbury otomatis memperlancar jalan yang kudu ditempuh album debutnya yang dikasih judul Parachutes. Album itu dirilis tanggal 1 Juli 2000. Hanya dalam hitungan minggu, album berisi 11 lagu keren itu langsung meroket ke puncak tangga album terlaris di Inggris. Secara artistik, tuh album juga langsung mendapat pengakuan. Mereka sukses menyabet piala di Brits Awards, Mercury Prize, NME Carling Awards, sampai yang paling gres, Grammy Awards. Top banget ! Coldplay is now a really England's next biggest thing !
Hebatnya lagi, apa yang udah diraih itu nggak pernah bisa merubah sifat dasar para personel Coldplay. Sopan, ramah dan rendah hati tetap jadi satu ciri yang mengemuka dari Chris, Will, Guy dan Jonny. 
"Kami nggak merasa perlu buat berubah. Soalnya kami cukup bersyukur sama apa yang udah kami miliki sejauh ini. Lagian kami juga nggak tau, kalo mau berubah tuh musti berubah kayak apa lagi ?" ucap Guy, polos.
"Buat kami rock 'n roll tuh adalah kebebasan buat melakukan apa yang kami mau. Dan yang kami mau saat ini adalah gaya hidup yang biasa-biasa aja. Nggak perlu drugs apalagi jadi hedonis. Soalnya buat kami hal itu tuh basi dan klise banget. Kami nggak mau terjebak dalam klise-klise macam itu !" tandas Chris.